mgid.com, 766271, DIRECT, d4c29acad76ce94f

Kaligis mengatakan barang bukti sitaan mana yang dikebiri, sebagai masuk ke kantong penyidik.


Jakarta, internasionalpos.com

Akademisi Universitas Negeri Manado (UNM) Prof DR OC Kaligis SH MH menyatakan korupsi telah menjadi kanker kejahatan, mulai dari oknum penyidik polisi maupun sipil, jaksa hingga pengadilan.

“Banyak cara dimainkan oleh oknum peradilan, oknum jaksa dapat saja melakukan tebang pilih siapa yang dijadikan tersangka atau diturunkan jadi saksi atau sama sekali tidak disidik, ” kata Prof OC Kaligis di Jakarta, (11/11/2024).

Kaligis mengatakan barang bukti sitaan mana yang dikebiri, sebagai masuk ke kantong penyidik, bagaimana hakim bisa bermain, seperti perkara perdata yang seharusnya menang maka akhirnya dinyatakan tidak dapat diterima.

Dalam perkara korupsi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), biasanya hakim memutuskan sesuai tuntutan KPK dan mengenyampingkan bukti persidangan sesuai pasal 185 (1) KUHAP.

Seperti contoh perkara mantan Gubernur Papua, Lucas Enembe yang terdiri dari 184 saksi, tapi hanya 19 saksi yang diperiksa padahal semua saksi di bawah sumpah memberikan kesaksian bahwa Lucas Enembe tidak pernah menerima suap.

Dia mengatakan masih segar ingatan rakyat bagaimana menggebu-gebu Presiden Prabowo Subianto berulangkali menyerukan: hentikan korupsi.

Namun apa yang terjadi, tiga hakim dan satu pejabat Mahkamah Agung (MA), pengacara dan tim terlibat suap hakim dalam perkara terpidana Ronald Tannur di Pengadilan Negeri Surabaya, Jawa Timur.

“Barang bukti yang disita lebih kurang uang Rp1 triliun, 51 kg emas, konon uang tersebut adalah titipan para hakim yang mungkin baru diambil setelah mereka pensiun, ” kata akademisi yang pernah menghadiri sidang Umum PBB yang mendiskusikan konvensi melawan korupsi tahun 2003 itu.

Menurut Kaligis, di era digital, sebaiknya harus dimulai dari admistrasi pengadilan, bahwa pengawasan berkelanjutan perlu secara ketat dilakukan terhadap hakim yang memeriksa perkara.

Dia menambahkan biasanya makin jauh dari pemerintah pusat, makin jauh dari media, di sanalah tempat hakim bermain dengan misalnya mengenyampingkan hukum acara yang berlaku.

Kaligis mengatakan makin banyak hakim yang mengabaikan fakta yang terungkap di persidangan atau memutus tanpa pertimbangan fakta hukum yang terungkap, telah masuk angin atau sudah menerima suap.

Partisipasi praktisi hukum harus dilibatkan dengan syarat bahwa para penasehat hukum mulai bersih-bersih diri dari perbuatan suap-menyuap.

Namun bagi mereka yang aktif di dunia hukum, memberantas korupsi secara tuntas, memang hampir tidak mungkin atau sama sekali tidak mungkin.

*** (adi)

Berita Terkait

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *


Top